BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Minimnya
informasi tentang peradilan adat dan upaya sistematis para pihak terutama
negara untuk mengaburkan makna hakikinya, telah mengaburkan pengetahuan banyak
orang tentangnya. Kini, cerita tentang peradilan adat adalah cerita lama yang
terbungkus dalam bingkai usang sejarah negara ini. Kaburnya makna peradilan
adat makin kentara khususnya bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan dan jauh
dari realitas peradilan adat yang sesungguhnya. Tetapi di beberapa wilayah yakni
komunitas-komunitas adat di berbagai kawasan Indonesia pengadilan adat masih
kental mewarnai kehidupan masyarakat.
Sebagai
sebuah sistem hukum yang hidup dan berkembang di masyarakat, peradilan adat
mengemban peran penting bagi peradaban komunitas adat di Indonesia. Ia
berfungsi sebagai pilar penjaga keseimbangan hubungan sosial dan kearifan
lokal, misalnya, menjaga harmonisasi hubungan antara masyarakat dan alamnya.
Dengan demikian ia bukan hanya pilar penyeimbang, tetapi juga entitas budaya
masyarakat adat.
Pasang
surut eksistensi Peradilan adat tidak terlepas dari kuatnya pengaruh
positivisme hukum dalam cara pikir penyelenggara negara. Cara pikir ini sangat
mengagungkan formalitas legal, dan dengan demikian memaklumkan tidak ada
pengadilan lain, selain Peradilan negara. Akibatnya, peradilan adat yang ada
sejak ratusan tahun lalu dihapus dari sistem hukum Indonesia. Padahal,Von
Savigny (W. Friedmann 1967: 211) mengemukakan beberapa pendapat tentang hukum
diantaranya: pertama, hukum ditemukan, bukan dibuat. Pertumbuhan hukum
merupakan proses yang tidak disadari dan organis, akibatnya perundang-undangan
kurang penting dibandingkan adat kebiasaan. Kedua, Undang-undang tidak berlaku
atau tidak dapat diterapkan secara universal. Setiap masyarakat mengembangkan
hukum kebiasaannya sendiri, karena mempunyai bahasa, adat istiadat dan
konstitusi yang khas, sehingga Volkgeist (Jiwa Bangsa) akan terlihat dalam
hukumnya.
Unifikasi
sistem hukum Indonesia yang ditujukan untuk mewujudkan kepastian hukum dan
memudahkan penyelenggaraan hukum seakan merupakan harga mati. Hal ini tampak di
setiap nafas peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah yang tak
memberi ruang gerak kepada peradilan adat untuk menunjukkan keadilan
substantifnya.
Penyeragaman
proses pembentukan, penerapan dan penegakan hukum makin berdiri angkuh dengan
keadilan normatifnya seperti yang terpancar dari setiap Bab dan Pasal yang
terkodifikasi rapi. Padahal, Sesungguhnya unifikasi hukum telah merenggut
peradilan adat dari habitatnya, yaitu masyarakat adat. Sehingga di hampir semua
komunitas adat Indonesia sistem asli masyarakat adat telah hancur.
Dalam
Pasal 28 I Ayat (3) UUD 1945 disebutkan:
“Identitas budaya dan hak masyarakat
tradisional dihormati selaras dengan perkembangan jaman dan peradaban”.
Pasal
ini diperkuat oleh Pasal 6 Ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM:
“Dalam rangka penegakan hak asasi
manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan
dan dilindungi oleh hukum,masyarakat dan pemerintah”.
Jadi
menurut kedua pasal tersebut pemerintah wajib mengakui, menghormati dan
memajukan hukum adat dan pengadilan adat. Karena pengadilan adat merupakan
manifestasi identitas budaya masyarakat adat, maka pengabaian, penyingkiran dan
pemusnahannya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengakuan dan
penghormatan ini juga bermanfaat bagi banyak tempat yang tidak terjangkau oleh
pengadilan negara.
Suku Dayak Ngaju mempunyai adat istiadat
dan kebudayaan yang dijunjung tinggi serta patut dipatuhi dan dilaksanakan oleh
masing-masing orang. Seperti falsafah yang sekarang dipakai oleh masyarakat
Kalimantan Tengah yakni budaya hidup Rumah
Betang dimana suku Dayak Ngaju adalah sebuah suku yang mempunyai suatu
kehidupan tradisional dimana dalam menjalani kehidupan sangat menjaga hubungan
silaturahmi antara keluarga yang masih ada hubungan darah ataupun bukan. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, yang
diambil dari pasal 18 B dan ayat 1 sampai 2 yang berbunyi sebagai berikut :
(1)Negara mengakui dan menghormati satu-kesatuan pemerintahan daerah yang
bersifat istimewa yang diatur dengan Undang-Undang . (2) Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum Adat beserta hak-hak
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
dan prinsip Negara Kasatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang
.
Kebudayaan adalah seluruh yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu
pengetahuan yang kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat-istiadat dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota
masyarakat (Suriasumantri, 2002 : 261).
Adat istiadat suku Dayak adalah seperangkat
nilai norma yang mengandung moral, kaidah dan keyakinan sosial yang tumbuh
berkembang bersamaan dengan pertumbuhan, perkembangan masyarakat Adat Dayak
serta nilai norma yang masih ditaati, dihayati dan dipelihara masyarakat terwujud
dalam berbagai pola nilai prilaku kehidupan sosial masyarakatnya. Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No.16 Tahun 2008, Tentang Kelembagaan Adat
Dayak Kalimantan Tengah, Pasal 1 Ayat 16 menyatakan :
“Kebiasaan–kebiasaan dalam masyarakat adalah pola-pola kegiatan
atau perbuatan yang dilakukan oleh para warga masyarakat secara berulang-ulang
dan dianggap baik, yang pada dasarnya dapat bersumber pada adat istiadat
setempat dan masih berlaku dalam kehidupan masyarakat tersebut”.
Kemudian pada Pasal 1 ayat 18
menyatakan
“Kelembagaan Adat adalah organisasi kemasyarakatan, baik yang
sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah berkembang bersamaan dengan
sejarah”.
Masyarakat Adat
Dayak dengan wilayah Hukum Adatnya berhak dan berwenang untuk mengatur,
mengurus serta menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang terjadi di
wilayahnya mengacu kepada adat-istiadat,kebiasaan kebiasaan dan Hukum Adat
Dayak yang diatur oleh Damang kepala Adat.
Istilah Damang sesuai sebutan daerah masing-masing adalah sama yang dikenal
secara umum oleh masyarakat Dayak Kalimantan Tengah dengan istilah Damang. Kata
arkais ini kembali menguat manakala para pengkaji tentang Dayak baik dari dalam
maupun dari luar Dayak kembali merekontruksi jejak-jejak kearifan lokal suku
ini. Bagi masyarakat Dayak, Damang merupakan “penguasa kebudayaan” ketika ruang
hidup budaya (cultural sphere) budaya Dayak masih belum terkontaminasi oleh
budaya luar, artinya budaya Dayak masih asli budaya yang diwariskan oleh
leluhurnya. Damang merupakan “penguasa” yang bukan penguasa. Artinya, meskipun
secara legal formal bukan sebagai
pemangku jabatan publik, Demang menjadi sosok penguasa komunitarian dan sangat
diperhitungkan pada masa-masa keemasan menaungi masyarakat Dayak.
Konon, pada masa lalu, sebagai pengambilan kebijakan kolektif (pengambilan keputusan berdasarkan pakat
Adat/sidang Adat yang beranggotakan para kepala kampung), merupakan manifestasi
dari sebuah kekuasaan komunitarian atas sebuah ideologi. Ideologi Dayak yang
mengedepankan asas musyawarah untuk mencapai mufakat, dan ternyata setali tiga
uang dengan sila keempat Pancasila yang kita kenal lewat pendidikan moral di
sekolah-sekolah. Sebagai puncak dari kekuasaan komunitarian itu, Damang tidak saja
memegang otoritas atas ‘kekuasaan kolektif’ namun lebih sebagai pemegang
otoritas kebudayaan dan seorang penjaga perdamaian (peace keeper) yang
dipandang sebagai pembawa pesan-pesan keadilan dalam tatanan peri kehidupan
sosial-kultural masyarakat Dayak.
Dalam memutuskan suatu masalah yang ada dalam komunitas adatnya seorang Damang
mempunyai kewenangan yang sudah diatur dalam peraturan pemerintah daerah No 16
tahun 2008. Salah satu masalah yang terjadi di desa Tewah Kecamatan Tewah
Kabupaten Gunung Mas adalah masalah hamil diluar nikah. Fenomena ini sangat menarik
untuk diteliti sehingga peneliti tertarik melakukan sebuah penelitian yang
berjudul ”KEWENANGAN DAMANG KEPALA ADAT
DALAM MENYELESAIKAN KASUS HAMIL DILUAR NIKAH DI KECAMATAN TEWAH KABUPATEN GUNUNG
MAS”.
B.
Identifikasi dan Rumusan
Masalah
1. Identifikasi Masalah
Menurut peraturan daerah No.16
tahun 2008 tentang kelembagaan adat dayak kalimantan tengah pasal 1 ayat 24 Damang Kepala Adat adalah
pimpinan Adat dan Ketua Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat Kecamatan yang
berwenang menegakkan hukum Adat Dayak dalam suatu wilayah Adat yang
pengangkatannya berdasarkan hasil pemilihan oleh para kepala desa/kelurahan,
para ketua Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan, para
Mantir Adat Kecamatan, para Ketua Mantir Adat Perdamaian desa/kelurahan yang
termasuk dalam wilayah Kedamangan tersebut. Bertugas untuk menyelesaikan konflik di desa
daerah Adat yang dipimpinya dibantu oleh mantir Adat dan Let Kerapatan Adat
setempat.
2.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka yang
menjadi permasalahan yakni :
a.
Bagaimanakah kewenangan Damang kepala
adat dalam menyelesaikan kasus hamil diluar nikah?
b.
Bagaimanakah sanksi hukum adat terhadap masalah hamil diluar nikah?
C. Tujuan Dan Manfaat
Penilitian
a. Tujuan
Penilitian
Sebagaimana biasanya,bahwa suatu
penelitian ada tujuan yaitu sasaran yang ingin dicapai dalam penilitian tersebut.
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu :
a.
Ingin mengetahui kewenangan Damang
Kepala Adat dalam menyelesaikan kasus hamil diluar nikah.
b.
Ingin mengetahui penerapan
sanksi hukum adat terhadap kasus-kasus hamil diluar nikah.
b. Manfaat
Penelitian
Setiap penelitian yang membutuhkan
waktu yang cukup lama, biaya, dan tenaga sudah tentu mendambakan hasil yang
bermanfaat. Maka dari itu manfaat penilitian ini adalah :
a.
Mengembangkan ilmu pengetahuan tentang Kewenangan Damang
Kepala Adat dalam menyelesaikan kasus hamil diluar nikah.
b.
Memberikan
sumbangan pengetahuan dan informasi bagi ilmu pengetahuan lainnya yang ada
kaitannya dengan Kewenangan Damang Kepala Adat dalam menyelesaikan kasus hamil
diluar nikah.
c.
Menambah
konsep baru yang dapat dijadikan bahan rujukan bagi pengembangan Hukum Adat di
Kalimantan Tengah.
d.
Bagi
Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya, khususnya
Jurusan Hukum Agama Hindu, agar dapat dijadikan salah satu kajian untuk menambah
data dan literatur yang berhubungan dengan Jurusan Hukum Agama Hindu.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian merupakan
cakupan bahasan yang akan memberikan gambaran terhadap masalah yang dibahas
sehingga apa yang dipaparkan menjadi terarah dan mudah dipahami.
Ruang lingkup penelitian ini
bertujuan untuk menhindari kesalah pahaman terhadap pembahasan sehingga tidak
terjadi kesimpang siuran pada materi yang dibahas. Ruang lingkup penelitian ini
adalah berkisar pada kewenangan Damang Kepala Adat dalam menyelesaikan kasus
hamil diluar nikah di Kecamatan Tewah Kabupaten Gunung Mas.
E. Anggapan Dasar dan
Hipotesis
a. Anggapan
Dasar
Anggapan dasar adalah sebuah titik
tolak pemikiran yang kebenarannya di terima oleh penyidik, setiap penyidik bisa
merumuskan anggapan yang berbeda. Berdasarkan pendapat diatas, maka anggapan
dasarnya yaitu :
a.
Hamil diluar nikah menyebabkan
hancurnya suatu hubungan dalam keluarga, dilingkungan masyarakat dan masa depan
diri sendiri.
b.
Hukum adat merupakan hukum yang
sebagian besar tidak tertulis, untuk mengatur pola kehidupan bermasyarakat dan
berkembang sesuai dengan aturan dan tradisi setempat serta dipatuhi dan ditaati
oleh masyarakat adat, jika dilanggar maka dikenakan sanksi hukum. (Arikoento 1989 : 58 )
b. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang
bersifat sementara terhadap permasalahan yang diteliti sampai terbukti
kebenarannya melalui data yang terkumpul, dengan marujuk pendapat diatas, maka
yang menjadi hipotesisnya yaitu :
a.
Diduga terjadi hamil diluar
nikah diakibatkan pergaulan bebas dan kurangnya pengawasan orang tua..
b.
Diduga kurang tegasnya
peneggakkan sanksi hukum adat terhadap si pelanggar, terutama pada kasus hamil
diluar nikah serta kurangnya sosialisasi atas penegakan dan pelaksanaan hukum
adat mengakibatkan masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk mentaati hukum
adat. (Arikoento 1989 : 64)
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Kewenangan
Kata “Kewenangan” menurut Kamus besar
bahasa Indonesia adalah adalah berasal dari kata “wenang” yang berarti
mempunyai hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu (Sugono, dkk, 2008:1813).
Kata dasar “wenang” mendapat awalan
“Ke-“ dan akhiran “-An” sehingga menjadi “kewenangan” yang berarti hak
atau kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu.
(Sugono, dkk, 2008:1813).
Jadi kewenangan dalam penelitian ini
adalah tentang bagaimana seorang kepala adat dalam menyelesaikan atau
menerapkan sanksi-sanksi atas tindakan/kasus-kasus hamil di luar nikah.
B. Pengertian
Damang Kepala Adat
Damang Kepala Adat adalah pimpinan Adat dan Ketua
Kerapatan Mantir Perdamaian Adat tingkat kecamatan yang berwenang menegakkan
hukum Adat Dayak dalam suatu wilayah Adat yang pengangkatannya berdasarkan
hasil pemilihan oleh para kepala desa/kelurahan, para ketua Badan
Permusyawaratan Desa, Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan, para Mantir Adat
Kecamatan , para Ketua Kerapatan Mantir Adat Perdamaian desa/kelurahan yang termasuk
dalam wilayah kedamangan tersebut. (Perda Kalimantan Tengah No 16 tahun 2008)
Damang
Kepala Adat berkedudukan di ibu kota Kecamatan sebagai mitra Camat dan mitra
Dewan Adat Dayak kecamatan, bertugas dalam bidang pelestarian, pengembangan dan
pemberdayaan, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan berfungsi sebagai penegak
Hukum Adat Dayak dalam wilayah Kedamangan bersangkutan.
C.
Pengertian
Hamil Diluar Nikah
Hamil diluar
nikah adalah salah satu perilaku menyimpang yang dilakukun oleh anggota
masyarakat yang akan mengakibatkan suatu aib dalam masyarakat dan keluarga.
Untuk lebih lanjut akan dijelaskan apa itu pengertian dari hamil diluar nikah.
”Hamil” di
dalam kamus bahasa Indonesia) mempunyai arti mengandung janin dalam rahim
wanita hasil dari pembuahan pada spermatozora pada sel telur (Sugono, 2008:519).
Sedangkan
”nikah” dalam kamus bahasa Indonesia
berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri
dengan resmi (Sugono, 2008:1075).
Jadi yang
dimaksud dengan hamil diluar nikah adalah mengandung janin tanpa adanya
perjanjian antara laki-laki dan perempuan yang diikrarkan dalam sebuah
perkawinan.
D.
Hukum Adat Sebagai Suatu Sumber Dalam
Penyelesaian Suatu Kasus
1.
Pengertian
Hukum Adat
Di Indonesia Hukum Adat diartikan sebagai hukum Indonesia asli yang tidak
tertulis dalam bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang di sana-sini
mengandung unsur Agama. Hukum menurut arti kata pada Kamus Bahasa Indonesi
adalah : “peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan atau Adat yang dianggap
berlaku oleh dan untuk orang banyak”, (Poerwadarminta, 1984 : 364).
Beberapa pendapat ahli tentang definisi hukum antara lain, menurut Djasadin
Saragih, hukum adalah :
”Hukum adalah keseluruhan
tingkah laku orang-orang yang hidup diikatan kemasyarakatan yang harus ditaati
dimana aturan itu bertujuan untuk mengatur serta melindungi kepentingan sesama
manusia didalam lalu lintas pergaulan sehari-hari”. (Saragih, 1973 : 39)
Lili Rasjidi menyatakan bahwa hukum adalah :
”Suatu hubungan diantara seseorang dengan
suatu perbuatan (suatu tidak-melakukan) dari seorang yang lain, yang membuat
orang ini menghubungkan dirinya dengan perbuatan ini (tidak-melakukan ini)
sebagai dengan sesuatu yang menjadi kepunyaan, agar ia dengan cara yang sama
seperti orang-orang lain, dapat mencapai tujuannya”. (Rasdiji, 1984 :103).
Hal ini juga diperkuat oleh teori dari
Yudowidagdo, yang menyatakan sebagai berikut :
”Hukum adalah sumber dari segala sumber
peraturan yang semestinya harus ditaati oleh semua orang didalam suatu masyarakat,
dengan ancaman akan mendapat celaan, atau mendapat hukuman bagi pelaku
pelanggaran dan kejahatan sehingga akan membuat tentram, adil dan makmur
dibawah naungan tata tertib hukum”. (Yudowidagdo, 1987.3)
Hukum
merupakan peraturan yang bersifat memaksa dan menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan resmi yang mempunyai
kewenangan dan kekuasaan, sehingga pelanggaran terhadap peraturan-peraturan
yang terjadi dapat diambil tindakan yaitu dengan hukuman/sanksi tertentu.
Dalam
kehidupan ada bermacam-macam peraturan kelakuan, ada bermacam-macam norma
seperti Agama, kesusilaan, kesopanan dan norma hukum, maka tidak mustahil kalau
aturan-aturan tersebut dilanggar oleh manusia. Dan untuk mengatur terhadap
pelanggaran tersebut, agar setiap manusia yang hidup bermasyarakat mempunyai
tingkah laku yang baik, maka tentu harus ada hukum yang mengaturnya, aturan
inilah yang disebut Hukum.
Jadi
pengertian Hukum adalah segala aturan yang memperbolehkan berbuat sesuatu atau
tidak boleh berbuat sesuatu yang telah ditetapkan oleh atau telah disepakati
oleh orang banyak disuatu kelompok masyarakat, dan jika dilanggar akan
berakibat hukum berupa hukuman.
”Hukum
Adat” seringkali dicampur aduk dalam memberikan suatu pengertian padahal sesungguhnya
keduanya adalah dua lembaga yang berlainan.
Adat
sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal dan
ketinggalan jaman. Hal ini dapat dimaklumi karena ”adat” adalah suatu aturan
tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa
Adat yang erat berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan
kualat). Terlebih lagi muncul istilah-istilah adat budaya, adat istiadat, dan
lain-lain.
Dalam hal
ini juga ada beberapa pendapat dari para ahli tentang depinisi Hukum Adat yaitu
antara lain
Menurut
Prof. Dr.Hr Soemadiningrat Otje Salman, SH
”Adat berasal dari bahasa
Arab yang artinya perbuatan yang berulang-ulang kebiasaan yang menurut asumsi
masyarakat telah berbentuk dengan baik sebelum maupun sesudah adanya
masyarakat. Keberadaan adat bukan bukan di tentukan oleh manusia melainkan oleh
tuhan”
Menurut prof. Dr.Supomo, SH dalam lestawi 1999:4 dengan karangan beliau
beberapa catatan mengenai hukum Adat memberikan pengertian bahwa;
”Mengenai hukum yang tidak
tertulis dalam peraturan-peraturan legislatif unstaturari lau meliputi
peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak di tetapkan oleh yang tak
berkewajiban tetapi di taati oleh masyarakat berdasarkan keyakinan bahwa
peraturan itu mempunyai kekuatan hukum”.
Hukum Adat
adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai nilai budaya, norma,
hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu
sistem dan memiliki sanksi riil yang sangat kuat. Jadi jika ada seseorang tidak
mentaati keputusan yang telah diputuskan oleh Damang Kepala Adat bisa
mendapatkan celaan, cemohan dan dikucilkan oleh masyarakat, dan yang paling
berat adalah bisa diusir dari desa tersebut.
Adat
istiadat adalah seperangkat nilai dan norma, kaidah dan keyakinan sosial yang
tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumpumbuhan dan perkembangan
masyarakat adat dayak serta nilai atau norma lain yang masih dihayati dan
dipelihara masyarakat sebagainmana terwujud dalam berbagai pola nilai perilaku
kehidupan sosial masyarakat setempat.
2. Pengertian
Lembaga Adat
Lembaga adat adalah sebuah organisasi
kemasyarakatan, baik yang sengaja dibentuk maupun yang secara wajar telah
tumbuh dan berkembang di dalam sejarah masyarakat yang bersangkutan atau dalam
suatu masyarakat hukum adat tertentu dengan wilayah hukum dan hak atas harta
kekayaan di dalam wilayah hukum adat tersebut, serta berhak dan berwenang untuk
mengatur, mengurus dan menyelesaikan berbagai permasalahan kehidupan yang
berkaitan dengan dan mengacu pada adat istiadat dan hukum adat yang berlaku. Sebagaimana telah diketahui bahwa keberadaan lembaga yang
bersifat sosial keagamaan dan sosial kemasyarakatan umum dan khususnya
peranannya cukup besar dan sangat menonjol, terlebih lagi yang dapat diberikan
kepada nusa dan bangsa yang sedang membangun.
3. Kedudukan
Hukum Adat
Kedudukan
hukum adat adalah sebagai berikut :
-
Hukum adat
adalah cita hukum (meta
norma
dasar) dari hukum dasar kita.
-
Hukum adat
menjiwai seluruh hukum
yang ada
dalam tata hukum Indonesia,
sekaligus
merupakan sumber norma dan
batu
penguji bagi hukum-hukum tersebut.
-
Hukum Adat
memiliki kedudukan yang kuat dan sentral dalam Tata Hukum Indonesia karena
berfungsi sebagai landasan serta sebagai sumber norma dalam pembentukan dan
pengembanan segala hukum posiitif di Indonesia, dimana hukum adat dimaknai
sebagai asas, sehingga mempunyai nilai universal dan dapat berlaku secara
nasional.
-
Hukum Adat
adalah raw materials Hukum Nasional.
4. Kedudukan
Damang Kepala Adat
Damang Kepala Adat adalah pimpinan
adat, kedudukannya sebagai mitra Camat dalam bidang pemberdayaan, pelestarian,
pembangunaan adat istiadat kebiasan-kebiasaan masyarakat dan lembaga adat serta
hukum adat diwilayahnya.
Jabatan Damang Kepala Adat, yang
pada tahun 1928 dilahirkan sebagai jabatan tebusan, untuk menggantikan jabatan
kepala-kepala Adat masa lalu, oleh suku Dayak diterima dengan baik, sebagai
pemulihan dan pengakuan kembali atas adat istiadat leluhur dipelihara dengan
baik oleh pemerintah dengan menetapkan jabatan-jabatan Damang Kepala Adat,
khususnya dimuka kabupaten yang ada diseluruh Kalimantan Tengah (Karangan Cilik
Riwut,Buku Maneser Panatau Tatu Hiang Hal.109).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Metode Penelitian
Metode
penelitian adalah cara melakukan suatu dengan menggunakan pikiran-pikiran
secara seksama untuk mencapai tujuan (Cholied, 2003 : 2). Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Karena penelitian ini bermaksud menggambarkan secara sistematis fakta dan
karakteristik individu atau subjek yang diteliti secara tepat. Dan dalam
penelitian ini peneliti juga akan mengumpulkan data untuk menginten pertanyaan
peneliti atau hipotesis yang berkaitan dengan kejadian yang terjadi sekarang.
Sejalan
dengan pendapat Surahcmad tentang ciri-ciri metode deskriptif yaitu :
a.
Memusatkan
diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang, dan masalah aktual.
b.
Data
yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan dan kemudian dianalisa. (Surachmad, 1982 : 41)
Adapun
dasar peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini
yaitu :
a.
Metode
deskriptif
berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan tingkah
laku responden dan keadaan di lapangan.
b.
Bentuknya
yang sangat sederhana dan mudah dipahami serta tanpa memerlukan tehnik
statistik yang kompleks.
c.
Penelitian
deskriptif ini, peneliti memungkinkan untuk menjawab pertanyaan peneliti
yang berkaitan dengan hubungan antar variabel, yaitu Kewenangan Damang Kepala
Adat Dalam Menyelesaikan Kasus Hamil Diluar Nikah.
B.
Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah seluruh individu
yang digunakan sebagai objek penelitian sejalan dengan pendapat yang menyatakan
bahwa ; populasi adalah merupakan keseluruhan kelompok golongan populasi juga
dapat berbentuk benda, elemen atau manusia yang dapat dijadikan objek
penelitian (Supranto, 1991 :17 )
Populasi dalam penelitian ini adalah
masyarakat dan tokoh adat yang akan memberikan informasi-informasi tersebut
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari
populasi penelitian yang dianggap mampu mewakili sifat-sifat populasi atau
dengan istilah sampel adalah objek penelitian. Sejalan dengan pendapat bahwa :
sampel adalah bagian dari individu yang akan diselidiki ( Hadi, 1982 : 257 ).
Mengingat terbatasnya populasi serta
masalah yang akan diteliti, maka sebagai sampel penulis tetapakan seluruh
populasinya.
C. Tehnik
Pengumpulan Data
1.
Observasi
Observasi digunakan peneliti untuk
mengumpulkan data yang akurat, valid dan kredibel peneliti secara langsung
mengobservasi dan melihat ke lokasi dan menggali data dari responden di desa Tewah
Kecamatan Tewah Kabupaten Gunung Mas. Observasi dilakukan untuk memperoleh
informasi baik tindakan manusia dalam realitas kehidupan. Metode ini merupakan
metode pengumpulan data dengan peneliti terlibat langsung ke lapangan mengamati
secara sengaja, sistematis mengenai fenomena sosial keagamaan dengan
gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan. (Subagyo, 2003 :
62-63).
2.
Metode
Wawancara
Salah satu
sumber informasi yang penting dalam penelitian adalah wawancara. Wawancara yang
dilakukan adalah wawancara mendalam yaitu dengan mewawancarai informan untuk
mendapatkan data yang lengkap segala tindakan, dan keputusan yang diambil oleh
Damang kepala Adat dalam kasus hamil diluar nikah . Untuk mendapatkan jawaban
yang lengkap dan komprehensif dari informan terhadap semua fenomena yang ada,
peneliti menggunakan wawancara tak berstruktur yaitu tidak menggunakan pedoman
pernyataan, namun secara mendalam dan terperinci dari semua aspek tentang Kewenangan
Damang kepala Adat dalam menyelesaikan kasus hamil diluar nikah.
Untuk
mendapatkan informasi yang relatif
lebih bersifat objektif maka
wawancara dilakukan terhadap setiap responden (Subagyo,2003 : 39). Dalam interview ini dilakukan terhadap
tokoh-tokoh masyarakat dan Damang Kepala Adat di desa Tewah Kabupaten Gunung
Mas. .
3.
Dokumentasi
Teknik ini sebagai pendukung utama agar
penelitian yang dilakukan mendapat hasil yang optimal sesuai dengan kenyataan yang ada. Pengambilan dokumentasi
yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan camera (Tustel) untuk merekam
hal-hal yang berkaitan dengan fenomena yang sedang diteliti. Selain itu
dokumentasi juga berfungsi sebagai alat untuk mengingatkan peneliti dalam
menganalisis dan menginterprestasikan tindakan dan sarana yang diperlukan yang
syarat dengan simbol. Selain itu juga memperjelas pengertian bagi orang lain
yang tidak pernah melihat dan mengetahui Kewenangan Damang kepala Adat Dalam Menyelesaikan Kasus Hamil Diluar Nikah di
Kecamatan Tewah Kabupaten Gunung Mas.
4.
Teknik Analisa Data
Analisis
data adalah merupakan bagian dalam proses penelitian yang penting, karena
dengan analisis data yang ada akan nampak manfaatnya dan ada gunanya terutama
dalam memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan penelitian. Dalam
analisis diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga di uji kemampuan
peneliti dalam menalar sesuatu. (Subagyo, 2004 : 106) .
Metode
pengolahan/ analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif.
Analisis kualitatif dilakukan terhadap data baik berupa kualitatif
maupun kuantitatif, terhadap data kualitatif dalam hal ini
dilakukan terhadap data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa prosa
kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapat kejelasan terhadap suatu
kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran yang sudah ada dan
sebaliknya. Jadi bentuk analisis ini dilakukan merupakan penjelasan-penjelasan
dan keterangan-keterangan.
Analisis data kualitatif adalah upaya yang berlanjut,
berulang dan terus menerus. Analisis data kualitatif dilakukan melalui 4
(empat) langkah, yaitu :
Pengumpulan
data, reduksi, penyajian data dan verifikasi untuk menarik
kesimpulan. Menganalisis data dengan proses mengatur urutan data
mengorganisasikan dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar, selain
itu juga mengadakan suatu interprestasi dan penafsiran terhadap proses
analisis, menjelaskan pola atau kategori, mencari hubungan diantara unsur satu
dengan lainnya dan kemudian merumuskan konstruksinya. Semua data yang
dianalisis sejak observasi dan
wawancara mendalam, dideskripsikan, diklasifikasikan, dianalisis dan
diinterprestasikan sesuai dengan masalah tema dan sub tema yang diangkat.
Adapun
teknik atau aturan-aturan yang dipergunakan untuk mengadakan analisa terhadap
data yang telah terkumpul adalah dengan cara sebagai berikut :
1.
Teknik
induksi
yaitu suatu teknik untuk memperoleh
kesimpulan dengan terlebih dahulu untuk mengemukakan fakta-fakta yang berlaku
khusus atas dasar ini peneliti menarik kesimpulan.
2.
Teknik
argumentasi
yaitu suatu teknik untuk memperoleh suatu kesimpulan dengan memberikan
komentar-komentar pada saat menarik kesimpulan.
3.
Teknik
spekulasi
yaitu semata-mata peneliti menggunakan ketajaman ratio atau akal pada
setiap menarik kesimpulan. (Netra 1974 :82).
Teknik analisis data kualitatif di atas, maka
diharapkan Skripsi yang berjudul “Kewenangan Damang Kepala Adat Dalam
Menyelesaikan Kasus Hamil Diluar Nikah” bisa selesai secara efektif dan
efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis.
Jakarta : Bina Angkasa. 1996.
Budiono. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Karya Agung. 2005.
Netra, Ida Bagus. Metode Penelitian. Singaraja : Biro Penerbit dan Penelitian Fip UNUD. 1974.
Perda No 16 Tahun 2008. Tentang Kelembagaan Adat
Dayak Kalimantan Tengah.
Poerwadarminta,W.J.S. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai
Pustaka. 1984.
Riwut, Nila. Maneser Panatau Tatu Hiang, Pustaka lama. Palangka Raya. 2003.
Saragih, Djasadin. Suatu Pengantar Azas-Azas Hukum Perdata, Bandung : Alumni. 1973.
Subagyo, P. Joko. Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta. 2004.
Sugono, Deny, dkk. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa, DEPDIKBUD. 2008.
Suprayogo, Imam dan
Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial
Agama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2001.
Surakhmad, Sujono. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan
Penerapan. Bandung : Tarsito. 2005
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta Pustaka Sinar Harapan. 2002.